Manfaat Datang ke Acara Festival Mendongeng Internasional Indonesia

Pada dasarnya anak-anak itu suka sekali dengan dongeng. Jiwanya yang masih murni akan merangsang daya imajinasinya seluas-luasnya. Yang perlu dilakukan adalah mengarahkan imajinasi itu dengan sarana yang tepat, salah satunya dengan dongeng. 
Manfaat dan tips tentang mendongeng untuk anak banyak dibahas oleh para ahli. Tapi apa iya, hanya anak-anak yang bisa mengambil manfaat dari aktifitas mendongeng? 

Setelah Hari Minggu, 5 November 2017, kemarin datang ke momen Festival Mendongeng Internasional Indonesia 2017 di perpustakaan nasional seberang Monas, saya dapat pengetahuan baru tentang dunia mendongen. Sebenarnya acaranya berlangsung 2 hari sejak Sabtu, tapi karena ada undangan pesta guru Mas jadilah kami skip hari pertama.

Sekilas saya cerita dulu, ya, tentang perpustakaan nasional ini. Ini kali pertama juga saya kemari. Perpustakaan ini masih fresh karena baru diresmikan Presiden Joko Widodo pada Kamis, 14 September 2017 lalu itu.
Kesan pertama, "Wow, tingginya!"
Berarti memang tidak salah mendaulat dirinya sebagai perpustakaan tertinggi di dunia. Jumlah lantainya ada 27. Memasuki lobi depannya ada 4 kamar yang dibuat semacam museum sejarah dunia tulis menulis dan pustaka. Di lorong lobi dipajang foto-foto kegiatan Presiden Joko Widodo secara lengkap dengan peristiwa dan tanggal kegiatan. Karena pajangan fotonya tidak bersifat permanen, entah apa akan selalu terpajang atau hanya untuk momen kemarin. 
Yang tidak kalah mencuri perhatian ketika datang adalah kurangnya sarana parkir. Lahan yang disediakan sempit terutama kalau memang berniat rutin mengadakan acara besar semacam ini. Untungnya, letak perpustakaan persis di seberang tempat parkir umum Monas. Didukung sarana menyebrang jalan dan trotoarnya pun cukup rapi untuk dilewati, maka tidak terlalu bikin bete meski harus parkir di luar.

Cukup pandangan pertama dengan perpustakaannya. Pengennya memang melihat ruang per ruang lebih banyak. Tapi saking penuh dan memang padat acaranya, hal itu menjadi tidak memungkinkan dilakukan kemarin.

Well, balik ke acara mendongengnya itu sendiri.

Kelas mendongeng profesional mendatangkan 6 pendongeng, 1 diantaranya dari Indonesia, yang lainnya dari Australia, Taiwan, Korea, New Zealand dan UK. Untuk kelas profesional berdurasi 2 jam, harga tiket masuk kisaran 250 ribu rupiah (pre sale) hingga 375 ribu rupiah (membeli di tempat). 
Dengan harga segitu, tentunya harus sangat serius dan tidak rekomendasi kalau bawa anak kecil. Sekilas melihat ke dalam kelas memang diiikuti oleh orang dewasa yang ingin tahu teknik mendongen yang baik.
Meski tidak masuk kelas berbayar, ada aktifitas mendongeng gratis di dua panggung cerita yang engga kalah seru. Panggung pertama di lobi dalam perpustakaan dan satu lagi di ruangan perpustakaan anak lantai 7.
Konsep keduanya adalah panggung dongeng. Bergantian pendongeng tanah air tampil di masing-masing panggung dengan konsep yang unik satu sama lain.
Kalau diri ini amoeba yang bisa membelah diri, rasanya ingin berada di dua panggung ini bersamaan. 😀
Yang membedakan adalah setting panggung. Untuk panggung utama di lantai 1, digelar karpet dan pendengar duduk di bawah, anak-anak diprioritaskan duduk di depan. Saking banyak pengunjung, banyak juga yang berdiri di sekitar panggung dan ikut menikmati dongeng. Jarak panggung dan penonton cukup lebar dan banyak kakak-kakak panitia menjaga agar anak-anak tertib duduk mendengar. Suasana cukup kondusif untuk mendengarkan cerita.

Anak-anak memperhatikan dongeng dengan serius

Beda panggung beda setting. Karena lantai 7 adalah bagian dari perpustakaan lengkap dengan koleksi buku dan alas karpet, maka tas bawaan (kecuali dompet dan barang berharga) harus dititipkan, dilarang makan minum dan harus lebih tenang. Selayaknya perpustakaan, ketika masuk sudah disambut rak-rak buku anak, bantal duduk, kursi santai hingga beberapa mainan anak. Para orang tua yang menunggu pun beberapa diantaranya tampak duduk leyeh-leyeh atau membacakan buku bagi anaknya.

Panggung di lantai 7 ini letaknya di pojok bagian dalam. Ada panggung yang tingginya paling sedengkul anak SD. Yang bikin kurang nyaman menurut saya, loh ya, anak-anak bisa mendekati, masuk bahkan mengerumuni si pendongeng saat sesi dongeng berlangsung. Yang tadinya hanya 1 anak kurang tertib, jadi 2, 3 sampai tak terhitung. Malah yang lebih kecil ada lagi mainin properti di panggung. Bukannya apa-apa, sih, tapi konsentrasi si pendongeng kelihatan sekali terpecah. Dan pada saat sesi lempar pertanyaan dan bonus, terlihat sekali anak-anak yang duduk di belakang jadi kurang terperhatikan. Minim peran panitia menertibkan menjadi salah satu sebabnya. Selain itu, orang tua sering kali tidak sadar bahwa apa yang dilakukan anaknya itu kurang sopan dan nyaman bagi orang lain.

Tapi terlepas dari kritikan di atas, saya lihat anak-anak menikmati sesi demi sesi. Mereka antusias mendengarkan, mengikuti gerakan dan menunjuk tangan kala games berlangsung. Ada juga keburuntungan sekali bisa terpanggil.

Tidak hanya mereka, kok, yang terhibur. Saya juga merasakan hal yang sama. Terpesona melihat sanggar-sanggar dongeng tersebut mampu membuat cerita menarik dan pas untuk anak. Malahan ada yang didongengkan dengan alunan musik cipataan mereka sendiri, sampai yang dengan aktif mengajak anak ke depan membantu dongeng sampai menciptakan gerakan supaya anak tidak bosan. Saya pun duduk di deretan belakang menonton sambil mengawasi 2 anak dari belakang. Meski di belakang tapi saya terhibur juga.

Orang tua pun menikmati meski dengan berdiri

Selain terhibur, ajang semacam ini memiliki manfaat lain juga, loh! Saya rangkum di bawah ini apa saja manfaatnya,

Pertama, Cara mengisi weekend yang berbeda. Sepanjang weekend di perpustakaan? Jangankan weekend, hari biasa pun belum sebulan sekali agenda keluarga ke perpustakaan. Jadi, acara FDII semacam ini bisa jadi alternatif kreatif wekenan bersama keluarga.

Kedua, Weekend dengan budget minimal tapi keseruan tak kalah maksimal. Berkunjung  ke tempat mendidik dan gratis tentunya adalah 2 poin plus (terutama buat manager rumah tangga 😀). Jadi semangat buat cari acara-acara sejenis buat alternatif mengisi akhir pekan.

Ketiga, Bisa dinikmati dari adik bayi hingga kakak. Acara mendongeng semacam ini sangat mudah dinikmati oleh segala umur, termasuk buat ibunya. Ibu bisa tambah ilmu memperhatikan teknik pendongeng profesional. Minimal, nih, ada yang bisa diaplikasikan di rumah. Kebetulan karena acara juga di perpustakaan dan banyak buku, ade bayi pun bisa mulai pengenalan dengan buku dan cerita. Bisa jadi tempat favorit :)
Ade pun tertarik mendengar dongeng penuh nyanyian dan musik

Keempat, Sarana bonding keluarga. Mendongeng itu membentuk komunikasi 2 arah, entah itu dari ibu mendongeng dan anak mendengar atau sebaliknya. Ada komunikasi yang baik akan meningkatkan kedekatan masing-masing pihak.

Momen bisa ambil gambar mereka bertiga

Kelima, Meminimalisasi penggunaan gadget.
Berkali-kali pembawa acara mengingatkan orang tua saat acara berlangsung untuk tidak banyak mengambil gambar atau video. Soalnya, menurut mereka acara mendongeng ini bukan bahan tontonan anak nanti di rumah. Justru sebaliknya adalah orang tua yang kemudian nanti akan mengganti para pendongeng ini di rumah.

Mendongeng dengan berbagai media, dari gitar hingga boneka tangan

Keenam, Merangsang kreatifitas orang tua. Melihat begitu atraktif, energik dan multitalenta para pendongeng, menyadarkan saya bahwa harusnya orang tua pun bisa seperti itu dengan anaknya. Syaratnya harus banyak membaca, mencari referensi musik dan lagu serta aktif dengan gerak menjadi sarana untuk menghibur anak dan diri sendiri secara bersamaan. Jadi sekarang jangan segan buat dengerin lagu, baca buku atau nonton tayangan anak, ya 😃


Padatnya acara dan perut yang sudah keroncongan tak bisa ditahan. Ada yang kurang memang saat pergi kali ini yaitu tidak sedia bekal makanan berat dari rumah (tidak tahu acaranya akan seseru ini huhuhu). Jadilah Kami pulang sekitar jam 1 lebih di saat bengkel Bengkimut (seingat saya asal Bandung, karena pernah tampil di acara Pustakalana yang diikuti anak-anak) sedang tampil dengan pendongengnya 2 anak laki-laki yang piawai bergitar dan bernyanyi. Sayang, sih, tapi apa daya adiknya sudah kelaparan.

Momen pertama saya ke perpustakaan nasional ini juga belum banyak bisa mengeksplore isi dalamnya. Definitely, next time!


Comments